Jurnal Pengembangan Kurikulum oleh Khomsinnudin, M. Pd.
ABSTRAK
Khomsinnudin, M. Pd.
Kurikulum adalah semua pengalaman yang
direncanakan oleh sekolah untuk membantu siswa dalam mencapai hasil belajar
dengan kemampuan sebagian besar siswa yang unggul. kurikulum memiliki peran
yang sangat vital untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam menciptakan generasi
yang bermanfaat bagi negara. Pengembangan kurikulum memiliki banyak pihak yang
terlibat dalam hal ini karena perannya yang begitu besar dalam pendidikan.
dalam perspektif kurikulum humanistik ada beberapa kriteria yang digunakan
sebagai pedoman untuk mengembangkan kurikulum seperti : integralistik. peran guru tidak otoritatif.
pembelajaran dan evaluasi kooperatif yang tidak memiliki kriteria prestasi.
BAB
I
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan proses interaksi antara pendidik dengan siswa dalam upaya membantu siswa
menguasai tujuan-tujuan pembelajaran. Proses pendidikan dapat berlangsung baik
dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Dalam
lingkungan keluarga interaksi terjadi antara orang tua dengan anaknya,
dilingkungan sekolah terjadi interaksi antara pendidik dengan siswa, sedangkan
dilingkungan masyarakat terjadi interaksi antar warga masyarakat yang berbeda
latarbelakangnya.
Pendidikan
bertujuan membentuk manusia supaya berkepribadian dan berakhlaq mulia.
Disamping itu juga, bertujuan mencerdaskan kehidupan manusia dalam berbangsa
dan bernegara. Sedangkan tujuan pendidikan islam adalah menciptakan manusia
yang baik, seorang manusia beradap secara komprehensif.[1]
Interaksi antara
orangtua dengan anaknya di rumah berjalan tanpa adanya rencana yang tertulis.
Orangtua umumnya memepunyai harapan agar anaknya menjadi anak yang saleh,
pintar, sehat dan sebagainya. Mereka hanya bisa berencana tanpa tahu apa yang
harus diberikan dan bagaimana memberikan pendidikan supaya anak-anak tersebut
sesuai dengan harapan mereka. Orangtua dalam mendidik anaknya sering tanpa
dipersiapkan secara formal, karena interaksi antara orangtua dengan anak sering
tidak disadari. Setiap saat bertemu, bergaul, berdialog dan banyak
perilaku-perilaku spontan yang diberikan kepada mereka yang kemungkinan terjadi
kesalahan-kesalahan dalam mendidik.
Pendidikan yang
diberikan oleh orangtua tanpa dipersiapkan secara formal tetapi mereka menjadi
pendidik karena statusnya sebagai ayah dan ibu. Karena sifatnya yang tidak formal,
tidak memerlukan rancangan ynag konkret dan kadang tidak disadari maka pendidik
dalam hal demikian disebut pendidik informal.
Pendidikan yang
lebih jelas bersifat formal terdapat dalam lingkungan sekolah. Dilingkungan
sekolah telah dipersiapkan guru sebagai pendidik oleh lembaga pendidikan guru.
Sebagai seorang pendidik, guru telah dibina atau memiliki kepribadian sebagai
pendidik. Secara legitimasi guru telah diberi kewenangan oleh pejabat dengan
surat keputusan untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dengan rencana dan
persiapan yang matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang jelas, bahan yang
telah disusun dalam pembelajaran yang dirancang secara cermat, guru
melaksanakan pendidikan di sekolah secara formal.
Menurut
pandangan lama kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus
disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan demikian sekarang sudah
tidak berlaku lagi seiring dengan terus diadakannya pembaharuan dan
pengembangan kurikulum. Kurikulum yang berkembang sekarang adalah kurikulum
yang telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih menekankan pada
pengalaman belajar.
Dari uraian
diatas dapat kita pahami bahwa kurikulum dan pendidik merupakan syarat
terjadinya pendidikan di sekolah formal, karena kurikulum merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pendidik atau pengajar di sekolah. Kedudukan kurikulum
dalam pengajaran sangat penting karena kurikulum merupakan pedoman untuk
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Dalam kurikulum terdapat
komponen-komponen kurikulum yang harus dikuasai oleh pengajar antara lain
tujuan, bahan ajar, alat, metode dan penilaian.
BAB
II
PERENCANAAN
DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Konsep Pengembangan Kurikulum
Kurikulum
tidak hanya sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi lebih mengambangkan pikiran,
menambah wawasan, serta mengambangkan
pengetahuan yang dimiliki. Kurikulum lebih mempersiapkan peserta
siswa dalam memecahkan masalah individualnya maupun masalah yang
dihadapi dalam lingkungannya. Oleh karena itu kurikulum merupakan usaha sekolah
untuk mempengaruhi siswa agar mereka dapat belajar dengan baik di dalam kelas,
di halaman sekolah, maupun di luar lingkungan sekolah sehingga mereka menjadi
pribadi yang diharapkan.
Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat
penting untuk mencapai titik akhir dan suatu perjalanan dan ditandai oleh
perolehan suatu ijazah tertentu.[2]
Kurikulum
yang baik adalah kurikulum yang sifatnya berkesinambungan. Kurikulum tersebut
didesain sedemikian rupa sehingga tidak menjadi jurang pemisah
antara pendidikan dasar dengan pendidikan selanjutnya. Beberapa pengertian
kurikulum sebagai
berikut :
1. Dalam UU No. 20 tahun 2003 dikemukakan
bahwa, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Pengertian kurikulum menurut pandangan
lama bahwa, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
siswa untuk memperoleh ijazah. Kurikulum lama berorientasi pengalaman lampau
tidak berdasarkan suatu filsafat pendidikan yang jelas, mengutamakan
perkembangan pengetahuan akademik dan keterampilan terpusat pada mata
pelajaran, teks book, dan dikembangkan oleh guru secara perorangan.
3. Pendapat yang baru/modern tentang
kurikulum bahwa kurikulum diartikan secara luas bukan saja terdiri dari mata
pelajaran tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi
tanggung jawab sekolah.
4. Konsep kurikulum menurut Tanner and
Tanner (1980), kurikulum sebagai modus mengajar, sebagai
pengetahuan yang diorganisasi, sebagai arena pengalaman, sebagai pengalaman
yang terbimbing, mencakup kegiatan-kegiatan pembelajaran yang masih harus
dikaji oleh guru, jalan meraih ijazah yang merupakan syarat mutlak dalam
pendidikan formal.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar.
B.
Diversifikasi Kurikulum
Dalam
implementasi kebijakan otonomi daerah kewenangan pemerintah menurut PP No. 25
tahun 2000 tentang kebijakan kurikulum adalah menetapkan standar nasional,
kemudian dijelaskan GBHN 1999 pemerintah melakukan pembaharuan system
pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa
diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik,
penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan
setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional. Diversifikasi
kurikulum tersebut antara lain :
1.
Kurikulum Nasional
UUSPN NO. 20
tahun 2003 pasal 1 ayat 9 menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan tertentu. Prinsip-prinsip umum kurikulum dan pengajaran memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mempraktekan perilaku sesuai dengan tujuan,
pengalaman belajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengadapai isi
pelajaran, siswa memperoleh kepuasan dalam menerima pelajaran, siswa dilibatkan
secara nyata dalam pengalaman belajar sehingga memberikan hasil yang nyata. Dengan demikian pada prinsipnya kurikulum di desain untuk diterima siswa
dengan baik. Untuk memenuhi kurikulum yang bermutu dalam rangka pemberdayaan
penddikan, kebijakan kurikulum haruslah memberi ruang kreativitas tinggi kepada
instansi yang berkaitan dengan pendidikan di daerah, sekolah-sekolah maupun
LPTK. Kreativitas tersebut meliputi pengaturan kurikulum dan mengelaborasinya
menjadi bahan ajar, evaluasi belajar mengacu pada standar yang dipersyaratkan,
penyelesaian studi semua jenjang sekolah tepat waktu, standar materi pada
setiap buku pelajaran pokok pada semua bidang studi, dan pengembangan teknologi
komunikasi serta informasi. Kurikulum nasional akan memberi arti yang penting
bagi sekolah disuatu daerah, jika daerah itu mampu memberi ruang kreativitas
yang tinggi pada tim ahli yang dimilikinya bersmaa sekolah.
2.
Muatan Lokal
Kewenangan pemerintah provinsi menurut PP No. 25 tahun 2000 tentang
pengembangan kurikulum diarahkan untuk menggali potensi adalan daerah secara
optimal. Cara yang efektif untuk pengembangannya adalah dengan menyusun menjadi
mata pelajaran muatan lokal (mulok) di sekolah. Kantor pendidikan
tingkat provinsi perlu membentuk tim ahli profesional untuk menyusun kurikulum
muatan lokal yang siap diajarkan dan dimanfaatkan disemua daerah lingkungan
provinsi dimana satuan pendidikan tersebut berada. Pemerintah provinsi bersama
Kabupaten/Kota menyediakan tenaga ahli kurikulum untuk mempermudah desain
pengembangan yang sesuai dengan potensi lokal, terlebih lagi kurikulum muatan
lokal.
3.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Dalam
perkembangannya untuk mempersiapkan para siswa menghadapi tantangan masa depan,
Depdiknas menerbitkan model kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan
refleksi pemikiran atau pengkajian ulang penilaian terhadap kurikulum
pendidikan dasar 1994 beserta pelaksananya. Kurikulum
berbasis kompetensi adalah kurikulum yang ditujukan untuk menciptakan tamatan
yang kempeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya.
Kompetensi menurut Mc Ashan, dalam Syaeful Sagala diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasasi oleh seseorang yang
telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilkau
kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya[3].
Kurikulum berbasis kompetensi memberi gambaran bahwa para siswa yang telah
mengikuti kegiatan belajar menguasai konsep pengetahuan, mampu menganalisis
kebutuhan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya di sekolah
setelah mengikuti berbagai materi pelajaran. Kompetensi yang dimaksud memiliki
tiga dimensi yakni memiliki nilai dan sikap menghargai dan menyenangi materi
pelajaran, penguasan onsep dengan menguasai ilmu pengetahuan sehingga
mampu berpikir secara rasional, kemampuan dan kecakapan berkomunikasi, serta
mampu mmecahkan masalah secara sistematis dalam hidupnya, kecakapan
mengaplikasikan dengan menggunakan teknologi dan pengukuran yang tepat dalam
kehidupanya.
C.
Landasan
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum
merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dikembangkan dan
dinilai secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang
ada di masyarakat. Pengembangan kurikulum adalah
suatu proses yang menentukan bagaimana kurikulum akan berjalan. Pengembangan
kurikulum menurut Hilda Taba adalah proses yang meliputi banyak hal
diantaranya:
1. Kemudahan suatu analisis tujuan;
2. Rancangan suatu program;
3. Penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan;
4. Peralatan dalam evaluasi proses.
Singkatnya
pengembangan kurikulum adalah perbuatan komplek yang menyangkut berbagai jenis
keputusan, yaitu tujuan yang akan dicapai, materi pelajaran yang terukur, waktu
yang disediakan,media pendidikan yang diperlukan, kompetensi guru yang
diperlukan, dan sarana belajar yang mendukung.
Terdapat
beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya perubahan kurikulum. Faktor
penyebab perubahan kurikulum tersebut antara lain :
1.
Faktor
filosofis, yaitu kebijakan pemerintah dibidang pendidikan nasional yang
digariskan oleh GBHN menuntu implementasi yang sesuai dengan formulasi dan
evaluasi. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973
tentang pendidikan dan pembinaan generasi muda.
2.
Faktor
sosiologis, yaitu adanya inovasi dan gagasan-gagasan baru yang memasuki dunia
pendidikan mempengaruhi system pendidikan nasional sebagai dampak
dari pembinaan dan pembaharuan pendidikan, hasil analisis dan penelitian
pendidikan nasional telah mendorong Departemen Pendidikan Nasional untuk
melakukan perubahan kurikulum dan keluhan-keluhan masyarakat tentang mutu
lulusan pendidikan mendorong lembaga pendidikan untuk melakukan perubahan dan
pengembangan kurikulum yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Dengan
demikian praktek pelaksanaan pendidikan termasuk kurikulum perlu ditinjau
kembali atau dilakukan perbaikan secara terus-menerus.
3.
Faktor
psikologis, yaitu inovasi yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang
efisien dan efektif telah langsung berpengaruh terhadap praktek pendidikan.
Inovasi tersebut menggambarkan antara lain hasil proyek penulisaan buku
pelajaran, hasil proyek perubahan kurikulum dan metode belajar (peningkatan
kualitas lulusan), berlakuknya sistem pendidikan yang dapat meningkatkan
kualitas output pendidikan, dan motivasi metode belajar mengajar terutama
prosedur pengembangan system instruksional (PPSI).
Adapun
faktor penentu dalam pengembangan kurikulum adalah :
1.
Landasan
filosofis : Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat, sehingga apa
yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui
pendidikan dalam arti seluas-luasnya.
2.
Landasan
social budaya : Realita social budaya yang ada dalam masyarakat merupakan bahan
kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan
kurikulum.
3.
Landasan
Pengetahuan teknologi dan Seni : Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber
pada perasaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan
siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, termasuk didalamnya perubahan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, maka pengembangan kurikulum haruslah
berlandaskan pada pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS)
4.
Landasan
kebutuhan masyarakat : pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada
pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial
setempat, maka pada hakekatnya pengembangan kurikulum adalah kebutuhan
masyarakat yang dilayani melalui kurikulum yang dikembangkan
5.
Landasan
perkembangan Masyarakat : Ciri utama masyarakat adalah selalu berkembang.
Perkembangan ini bisa terjadi dengan cepat atau lambat bahkan sangat cepat.
IPTEKS sangat mendukung perkembangan masyarakat. Perkembangan masyarakat akan
menuntut tersedianya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat, maka diperlukan perancangan berupa kurikulum yang landasannya
berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.
Pengembangan
kurikulum dan landasan pengembangan kurikulum merupakan dasar untuk mengkaji
pembelajaran dan pengembangan kurikulum lebih lanjut.
D.
Prinsip-Prinsip Pengembagan Kurikulum
Terdapat
beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip umum
pengembangan kurikulum yang diuraikan oleh Nana Syaodih[4]
adalah sebagai berikut :
1.
Prinsip Relevansi,
artinya kesesuaian antara komponen tujuan, isi/pengalaman belajar, organisasi
dan evaluasi kurikulum, dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam
pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang diidealkan.
2.
Prinsip Fleksibilitas,
kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum
mempersiapkan siswa untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang dengan berbagai
latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Kurikulum yang baik adalah kurikulum
yang solid yang dalam hal pelaksanaannya memungkinkan penyesuaian-penyesuaian
berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang siswa.
3.
Prinsip Kontinuitas, perkembangan
dan proses belajar siswa berlangsung secara berkesinambungan, tidak
terputus-putus atau terhenti. Oleh karenanya pengalaman-pengalaman
belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya
berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara satu
jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya, juga antara jenjang
pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak
bersama-sama, perlu komunikasi dan kerja sama antara para pengembang kurikulum
tingkat SD dengan SMPT, SMTA dan Perguruan Tinggi.
4.
Prinsip praktis, mudah
dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah.
Betapapun bagusnya kurikulum bila menuntut keahlian dan peralatan serta biaya
yang mahal maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
5.
Prinsif Efektivitas,
walaupun kurikulum itu harus mudah, sederhana,dan murah tetapi keberhasilannya
tetap harus diperhatikan baik secara kualitas maupun kuantitas. Keberhasilan kurikulum akan sangat mempengaruhi terhadap
keberhasilan pendidikan.
E.
Model Pengembangan Kurikulum
Terdapat
depalan macam model pengembangan kurikulum, yaitu :
1.
The
Administrative model (merupakan model lama) ,
dinamakan demikian karena inisiatif dan gagasan pengembangannya datang dari
para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan
wewenang administrasinya, administrator pendidikan (dirjen, direktur atau
kepalan kantor wilayah pendidkan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau
tim pengarah dan pengembang kurikulum. Digunakan dalam system pengelolaan
pendidian /kurikulum yang bersifat sentralisasi.
2.
The Grass
rooth model, bersifat desentralisasi.
Pada model ini seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu
sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau
penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen atau secara keseluruhan
komponen kurikulum. Pengembangan kurikulum ini didasarkan atas pertimbangan
bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan penyempurna dari pengajaran
dikelas. Gurulah yang tahu kebutuhan kelas, oleh karenanya gurulah yang paling
kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
3.
Beauchamp’s
system, Model ini dikembangkan oleh
Beauchamp’s seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal dalam
pengembangan suatu kurikulum , yaitu :
a.
Menetapkan
arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah
suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi,maupun seluruh Negara.
b.
Menetapkan
personalia, yaitu siapa saja yang turut serta terlibat dalam pengembangan
kurikulum. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi dalam pengembangan
kurikulum antara lain para ahli pendidkian. Kurikulum yang ada pada pusat
pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar, para ahli dari
perguruan tinggi atau sekolah dari guru-guru terpilih, para profesional dalam
system pendidikan, profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
c.
Organisasi
dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang
akan ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan khusus, memilih isi dan
pengalaman belajar, kegiatan evaluasi dan dalam menentukan keseluruhan desain
kurikulum.
d.
Implementasi
kurikulum, yaitu melaksanakan kurikulum. Dalam implementasi ini bukan
sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh
baik kesiapan guru-guiru maupun siswa, fasilitas, bahan, biaya, juga manajerial
dari pimpinan sekolah.
e.
Evaluasi
Kurikulum, terdapat empat hal ynag harus diperhatikan dalam evaluasi kurikulum
yaitu evaluasi pelaksanaan kurikulum oleh guru, evaluasi desain kurikulum,
evaluasi hasil belajar siswa dan evaluasi dari keseluruhan system kurikulum. Data-data tersebut nanti akan digunakans sebagai penyempurna dalam system
dan desain kurikulum berikutnya.
4.
The
demonstrational model, Model ini diprakarsai oleh
sekelompok guru yang bekerjasama dengan para ahli yang bermaksud
mengadakan perbaikan kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti
kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum model ini sering mendapat tantangan
dari pihak-pihak tertentu.
5.
Taba’s
inverted model, Terdapat lima langkah pengembangan kurikulum menurut model
taba yaitu :
a. Mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru
b. Menguji unit eksperimen
c. Mengadakan revisi dan konsolidasi
d. Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum
e. Implementasi dan desiminasi
6.
Roger’s
interpersonal relations model, Terdapat empat langkah pengembangan model
kurikulum menurut Rogers, yaitu :
a. Pemilihan target dari system pendidikan
b. Partisifasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif
c. Pengembangan pengalaman kelompokyang intensif untuk satu kelas atau unit
pelajaran
d. Partisifasi orang tua dalam kegiata kelompok
7.
The systematic action-research model,
Pengembangan model kurikulum ini berdasarkan pada asumsi bahwa perkembangan
kurikulum merupakan perubahan sosial. Model ini menekankan pada tiga hal yaitu
hubungan insan, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari
pengetahuan profesional. Penyusunan kurikulum menurut model ini dengan
prosedur action research dengan langkah yang pertama adalah
mengadakan penelitin secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa
pengumpulan data yang menyeluruh, mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan dan
kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Langkah kedua adalah implementasi
dari keputusan yang diambil dalam tiundakan pertama. Tindakan ini diikuti oleh
penyiapan data-data bagi evaluasi tindakan, sebagai bahan pemahaman tentang
masalah yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan
modifikasi, dan sebagai bahan untuk menetukan tindakan lebih lanjut.
8.
Emerging
technical models, Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta
nilai-nilai efisiens iefektivitas dalam bisnis, mempengaruhi perkembangan
kurikulum. Perkembangan kurikulum model ini didasarkan atas :
a. The behavioral Analisys Model, menekankan perilaku atau kemampuan
b. The System Analisys Model, berasal; dari efisiensi bisnis
c. The Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan computer
F. Guru Dan Pengembangan Kurikulum
1.
Guru sebagai
pendidik professional
Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dan siswa untuk mencapai
tujuan pendidikan. Komponen utama pendidikan tersebut tidak bisa terpisahkan
satu dengan lainnya karena merupakan triangle, jika hilang
salah satunya maka hilang pulalah hakikat pendidikan. Mendidik adalah pekerjaan
profesional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan
pendidik profesional. Sebagai pendidik profesional guru tidak saja dituntut
melaksanakan tugasnya secara profesional tetapi juga harus memiliki pengetahuan
dan kemampuan profesional.
Terdapat tiga dimensi umum kemampuan sebagai pendidik yang harus dimiliki
oleh guru antara lain adalah kemampuan profesional, kemampuan sosial dan
kemampuan personal. Menurut PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan
Nasional, terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang agen
pembelajaran. Kompetensi tersebut antara lain kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
2.
Peranan guru
dalam pengembangan kurikulum
Dari berbagai model pengembangan kurikulum yang telah diuraikan sebelumnya,
sebagaian besar model melibatkan guru dalam pengembangan kurikulum.
Keterlibatan guru dalam pengembangan kurikulum bukanlah kebetulan belaka tetapi
karena guru adalah orang yang tahu persis situasi dan kondisi diterapkannya
kurikulum yang berlaku. Selain itu guru bertanggungjawab atas terciptanya hasil
belajar yang diinginkan (Raka Joni, 1983 : 26).
Berdasarkan
kenyataan bahwa guru tahu situasi dan kondisi serta bertanggungjawab atas
tercapainya hasil belajar, maka sudah sewajarnya guru berperan dalam
pengembangan kurikulum. Peran guru dalam pengembangan
kurikulum diwujudkan dalam bentuk-bentuk kegiatan :
a. Merumuskan tujuan khusus pembelajaran
berdasarkan tujuan-tujuan kurikulum diatasnya dan karakteristik siswa, mata
pelajaran/bidang studi, dan karakterisrik situasi kondisi sekolah/kelas.
b. Merencanakan kegiatan pembelajaran yang
dapat secara efektif membantu siswa mencapai tujuan yang ditetapkan.
c. Menerapakan rencana atau program
pembelajaran yang dirumuskan dalam situasi pembelajaran yang nyata.
d. Mengevaluasi hasil dan proses belajar.
e. Mengevaluasi interaksi antara
komponen-komponen kurikulum yang diimplementasikan.
Lima
kegiatan tersebut merupakan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang
bersifat sentralisasi. Sedangkan pengembangan kurikulum yang
bersifat desentralisasi, peran guru lebih besar, yakni mencakup
pengembangan keseluruhan komponen-komponen kurikulum dalam perencanaan,
mengimplementasikan kurikulum yang dikembangkan, mengevaluasi implementasi kurikulum,
dan merevisi komponen-komponen kurikulum yang kurang memadai.
BAB III
PENUTUP
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru berpangkal pada suatu
kurikulum, dan dalam proses pembelajaran guru juga berorientasi pada tujuan
kurikulum. Pada satu sisi guru adalah pengembang kurikulum dan pada sisi yang
lain guru adalah pembelajar bagi siswa yang secara kreatif membelajarkan siswa
sesuai dengan kurikulum sekolah. Hal itu menunjukkan bahwa dalam tugas
pembelajaran dipersyaratkan agar guru memahami kurikulum.
Guru sebagai pembelajar memiliki kewajiban mencari, menemukan, dan
diharapkan memecahkan masalah, masalah belajar siswa, dengan langkah pengamatan
prilaku belajar dalam kegiatan belajar mengajar, analisis hasil belajar untuk
memberi makna pembelajaran yang berlangsung sesuai dengan yang direncanakan,
dan melakukan tes hasil belajar untuk mengukur kemajuan belajar siswa.
Sejalan dengan penerapan manajemen berbasis sekolah/madrasah, guru tidak
hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum tetapi juga sebagai perancang
kurikulum sendiri. Guru selalu dituntut untuk meningkatkan kemampuannya sesuai
dengan perkembangan kurikulum, perkembangan ilmu.[5]
Perubahan dan pengembangan kurikulum, tidak hanya sekedar mengubah materi
saja, tetapi ada hal yang lebih penting bagaimana merubah perilaku guru-guru
agar dapat berkiprah dalam merespon perubahan itu. perubahan kurikulum
hendaknya terjadi perubahan secara koprehensif termasuk materi, metode, sarana,
dan pembelajaran sehingga dampak positif dari perubahan akan dirasakan
manfaatnya oleh semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati,
Mudjiono, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
E. Mulyasa,
2005. Kurikulum Berbasis Komptensi Konsep, karakteristik, dan
Implementasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
E. Mulyasa.
2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya
Iskandar,
2009. Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru. Jakarta : GP.
Press.
Masnur
Muslich, 2007. Sertifikasi Guru menuju Profesionalisme Pendidik.
Jakarta : Bumi aksara.
Miswari,
2015. Pengembangan Kurikulum. Semarang
: CV. Karya Abadi Jaya.
Nana
Syaodih, 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung
: Remaja Rosdakarya.
Soetjipto,
Raflis Kosasi, 2007. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta.
Subry
Sutikno.2008. Landasan Pendidikan. Bandung : Prospect.
Syaeful
Sagala, 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.,
[1] Wan
Muhammad Nor wan Daud, 2002, Filsafat dan praktek pendidikan islam syed M.
Naquib Al- Athos. ( Bandung : Mizan ), hlm . 255
[2] . Tim
pengembang MKDP, Kurikulum dan pembelajaran, ( Jakarta : Rajawali pers, 2012),
hlm. 2.
[3] Nana Syaodih, 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. (Bandung
: Remaja Rosdakarya) .hlm.45
[4] Nana Syaodih, 2009. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek. ( Bandung : Remaja Rosdakarya).hlm.150
[5] Sholeh
hidayat, pengembangan kurikulum baru, hlm. 26.
Komentar
Posting Komentar